Saturday, April 28, 2007

Metode Pembodohan Dalam Diskusi

Seringkali, ketika mengikuti milis, kita menjumpai banyak perdebatan antar anggota, dan kadang kala perdebatan itu menjurus ke arah tidak sehat; kebanyakan dengan gejala-gejala yang menggunakan metode-metode pembodohan. Perdebatan yang semula menggunakan data, fakta-fakta dan statistik, yang bertujuan untuk mendapatkan kebenaran empiris, kemudian dikotori taktik-taktik kotor dengan metode pemutarbalikan logika yang sangat tidak mendasar.


Tulisan ini saya dapatkan di milis juga, yang saya liat menarik untuk dimuat di blog saya.

Ada pun metode-metode pembodohan tersebut adalah:

#1. Ad Hominem
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seorang arguer tidak dapat mempertahankan posisinya dengan evidence/ fakta/ reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.

#2. Appeal to Ignorance (Argumentum ex silentio)
Menganggap suatu ketidaktahuan sebagai fakta atas sesuatu. Misalnya : Kita tidak memiliki bukti bahwa tidak ada kecurangan, maka berarti ada kecurangan. Padahal, ketidaktahuan akan sesuatu hal tidak menyatakan bahwa sesuatu itu ada atau pun tidak ada.

#3. Appeal to Belief
Bila anda tidak memiliki kepercayaan, maka anda tidak akan mengerti. Bila seorang pendebat berdasarkan pada kepercayaan sebagai dasar dari argumennya, maka tiada lagi yang dapat dibicarakan dalam diskusi.
Itu namanya bukan diskusi, tapi pemaksaan kepercayaan.

#4. Argument from Authority (Argumentum ad verecundiam)
Menggunakan kata-kata "para ahli" atau membawa-bawa otoritas sebagai dasar dari argumen instead of menggunakan logic dan fakta untuk men-support argumen itu. Misalnya : Profesor Anu mengatakan bahwa teori ini adalah betul. Sesuatu tidak lantas menjadi benar hanya karena suatu otoritas mengatakan sesuatu hal. Bila pendebat memberikan testimoni dari seorang ahli, lihat apakah dilengkapi dengan alasan yang logis dan masuk akal, serta hati-hati terhadap keotentikan sumber dan evidence di belakangnya.

#5. Argument from Adverse Consequences
Argumen bahwa pendapat lawan debat adalah salah, karena jika i abenar, akan terjadi hal-hal yang bruruk. Misalnya : Semua terdakwa pembunuhan terhadap istrinya di pengadilan haruslah bersalah, sebab jika tidak, maka suami2 akan terdorong untuk membunuh istrinya.

#6. Menakut-nakuti (Argumentum ad Baculum)
Argumen yang didasarkan pada tekanan atau rasa takut. Misalnya: Bila Anda tidak percaya kepada hal ini, maka akan masuk neraka.

#7. Argumentum ad Ignorantiam
Argumen yang mempelesetkan ketidaktahuan seseorang. Misalnya: Pernyataan bahwa saya pasti betul karena tidak ada yang pernah membuktikan salah.

#8. Argumentum ad populum
Argumen yang digunakan untuk mendapatkan popularitas dengan menggunakan issue-issue yang sentimental daripada menggunakan fakta atau alasan. Misalnya: Tindakan dilakukan dengan tujuan ekonomi dan/atau kekuasaan, tetapi yang digemborkan malah issue SARA.

#9. Bandwagon Fallacy
Menyimpulkan suatu idea adalah benar hanya karena banyak orang mempercayainya demikian. Hanya karena sekian banyak orang mempercayai sesuatu tidaklah membuktikan atau menyatakan fakta mengenai sesuatu. Misalnya: Sebagian besar orang percaya pada teori ini, maka teori ini pasti benar.

#10. Begging the question
Mengantisipasi jawaban. Misalnya: Kita harus mendorong generasi muda kita untuk melaksanakan ritual kepercayaan ini untuk meningkatkan moralitasnya. Tetapi apakah ritual kepercayaan tersebut benar-benar menyebabkan pertumbuhan moral ? Ataukah karena sebab yang lain ???

#11. Circular Reasoning (Petitio Principii)
Kesalahan dalam logika yang diakibatkan oleh repetisi dari penyataan dan kesimpulannya. Misalnya: Orang yang bisa masuk Universitas A pastilah orang yang pintar, sebab hanya orang pintar yang bisa masuk Univeristas A.

#12. Confusion of Correlation and Causation
Misalnya: Mayoritas dari orang-orang sukses di dunia beragama A. Maka masuklah Agama A, Anda pasti sukses. Atau anak yang menonton acara kekerasan di TV cenderung untuk menjadi ganas ketika ia dewasa.
Tetapi apakah program di TV itu menyebabkan kekerasan ataukah anak-anak yang berbakat ganas cenderung menonton acara kekerasan di TV ???

#13. Half Truths
Suatu pernyataan yang biasanya ditujukan untuk menipu seseorang dengan menyembunyikan sebagian fakta/ kebenaran.

#14. Communal Reinforcement
Suatu proses dimana suatu klaim menjadi suatu kepercayaan kuat melalui suatu pernyataan yang diulang-ulang oleh suatu anggota komunitas. Proses ini independent terhadap kebenaran klaim tersebut dan tidak didukung oleh data empiris yang signifikan untuk menggaransi bahwa kepercayaan itu didukung oleh alasan yang reasonable.

#15. Non-Sequitur
Nggak nyambung. Suatu kesimpulan yang diambil tidak didasarkan pada suatu premis atau pun evidence/ fakta. Misalnya: Gunawan tinggal di dalam gedung yang besar. Kalau begitu apartemen Gunawan pasti besar.

#16. Post Hoc, Ergo Propter Hoc
Itu terjadi sebelumnya, maka itu disebabkan olehnya. Semacam non-sequitur, tetapi berdasarkan waktu.
Misalnya: Seseorang menjadi sakit setelah pergi ke Tempat Ibadah Agama A, maka Tempat Ibadah Agama A adalah tempat iblis. Orang itu sembuh dari penyakitnya, setelah didoakan oleh orang-orang yang beragama B.
Padahal sakitnya tidak disebabkan oleh sesuatu yang ada hubungannya dengan kepergiannya ke Tempat Ibadah Agama A. Demikian pula, sembuhnya tidak disebabkan oleh doa yang dilakukan orang-orang yang beragama B.

#17. Red Herring
Sang pendebat buru-buru mengalihkan perhatian / subyek pembicaraan.

#18. Statistic of Small Number
Satu kasus digunakan untuk menjudge keseluruhan. Hanya karena suatu kejadian, tidak dapat mewakili kemungkinan keseluruhannya. Misalnya: Setelah orang pindah ke agama A, hidupnya jadi menderita. Berarti agama A itu sesat.

#19. Straw Man (Fallacy Of Extension)
Manusia jerami. Membuat suatu skenario yang salah image yang menyesatkan, kemudian menyerangnya.

#20. Dua Salah Menjadi Benar (Tu Quoque, You Too)
Misalnya: Siapakah kamu yang mengatakan saya demikian apabila kamu juga begitu. Saya mencoba menjustify apa yang saya lakukan dengan melemparkan kesalahan yang sama pada Anda sebagai teman diskusi saya.

#21. Observational Selection
Menggembar-gemborkan kejadian yang menguntungkan dan menutupi kejadian yang merugikan. Ketika ada orang yang sukses setelah orang itu pindah ke agama A, diadakan kesaksian yang disebarkan kemana-mana. Sedangkan kalo ada orang yang jatuh bangkrut setelah masuk Agama A, ditutup-tutupi.


sumber gambar diambil dari sini

Friday, April 27, 2007

Mengapa Kartini Selalu Harus Berbaju Daerah

Kartinian 2006, (c) 2006, ulysee_meYeah....
Mengapa?
Mengapa merayakan Kartini harus selalu dengan baju daerah? Terkadang harus baju daerah tertentu lagi.

Apakah Kartini itu identik dengan baju daerah, riasan2 tebal, dan long march ke jalan-jalan? Di mana anak-anak TK dan SD dijejerkan ke dalam barisan-barisan rapi untuk diperlihatkan kepada orang-orang?

Memahami Kartini adalah memahami sebuah pembebasan. Pembebasan dari sugesti hipnosis alam bawah sadar tentang kemanusiaan, yang mana ketika perempuan dipola untuk berpikir bahwa mereka mempunyai derajat lebih rendah daripada laki-laki; Kartini memperjuangkan kesetaraan.

Kartini mencoba menyadarkan kita bahwa kata-kata "
Di balik setiap lelaki sukses ada seorang istri yang bijaksana" adalah sebuah hipnotis alam bawah sadar yang secara tidak sadar kita patuhi, dan mentransformasikannya menjadi "Di samping setiap lelaki sukses ada seorang istri yang bijaksana"

Jika demikian, lalu segala macam perayaan fashion show yang mencoba membonsai semangat Kartini ke dalam riasan-riasan tebal pada muka anak-anak TK dan SD menjadi perlu kita pertanyakan. Kecuali itu adalah sebuah excuse untuk mendapatkan tambahan satu hari libur lagi, then I have nothing to say.

Daun itu berwarna hijau

"Anak-anak,... Apa warna daun....?" Tanya Bu Guru.
"Hijauuuuu.....!" sahut anak-anak SD kelas 3 itu rame-rame.
"Meraaahh, Buuuu..," teriak Siti dari sudut kelas.
"Salah kamu, Siti. Warna daun itu hijau," tegas Bu Guru.
"Merah Bu," Siti ngotot.
"Siti, yang namanya daun itu hijau. Ngga ada daun yang berwarna merah," Bu Guru meninggi suaranya.
"Tapi Bu, itu merah dan saya...," Siti mencoba membantah lagi.
"Udah, diam! Daun warnanya hijau. Kamu ini kenapa bodoh banget sih!" Bu Guru marah.
Siti terdiam. Tidak berani meneruskan lagi.

Tetapi itulah yang sering terjadi. Kita menggeneralisir apa yang diajarkan dan didoktrinasikan ke dalam otak kita sedari kecil sebagai kebenaran. Jika ada yang berbeda, kita selalu menyalahkan perbedaan itu. Apa yang kita tahu, itu yang kita anggap benar. Selalu demikian.

Padahal Bu Guru tidak tahu, Siti baru pulang dari luar negeri, mengikuti ayahnya yang bertugas ke sana selama tiga hari, di musim gugur yang indah, dengan pemandangan yang membuat Siti terpesona disertai guguran daun-daun dari pohon-pohon di taman nasional di sana, dan tentu saja daun itu berwarna merah...

Bu Guru memang belum pernah keluar negeri. Mohon dimaklumi.














sumber image dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tainan