Saturday, June 24, 2006

da sopir code (extended)

Ternyata, dunia sopir memang lebih kreatif dari yang kita kira selama ini. Mereka, para supir ini, berhasil membuat kode-kode asyik bin menarik, yang menantang kita lebih banyak lagi untuk dide-kripsikan.

Setelah apa yang sudah ada di bagian APKTNTAJ (da sopir code), inilah bagian extendednya;

  • JANDA 1/3 DIS = Janda Seperti Gadis (Kadang-kadang ditambah dengan gambar kuda dan kata PAT di depannya, dibaca Ku dapat)
  • (Gambar Kuda) (Gambar Tang Penjepit) Lagi = Ku datang Lagi
  • B 217 AN = Berdua Satu Tujuan (Romantis Banget neh supir)
  • KU 2 KUR = Kudu Akur (Sep Dah Pak Supir)


Selain itu, yang menarik, mereka juga bisa berhahasa inggris...
  • The Me Is Tree = Demi Istri
  • She Any Part = Sianipar (supir mikroletnya pasti Batak)


Slogan-slogan lucu, tidak ketinggalan
  • Beratnya Cintamu Tak Seberat Muatanku (Ini truk luar kota)
  • Antar Nona Dalam Propesi (plesetan dari Antar Kota Dalam Propinsi)
  • Star, Stir, Stor, Stres (Start mobil, Setir ngumpulin duit, sorenya Setor ke Juragan, dan Stress karna bawaan pulang ke rumah kurang. Kasian deh lu!)

update, 6 sept 2006
  • CC X K Lo / Lu, dibaca Sesekali Kalo Perlu

Wednesday, June 14, 2006

Lagu-lagu Anak-anak Payah!

lagu yang mengajarkan anak-anak sesuatu yang tidak sehat

Naik kereta api, tut-tut-tut...
Siapa hendak turut...
Ke Bandung - Surabaya...
Bolehlah naik dengan percuma ...
see what I mean?

Ngga heran kalo ada penumpang kereta api yang ngga mau bayar alias curang. Para psikolog, pakar hypnotherapi maupun ahli fengshui percaya pada self-hypnotherapy dan affirmasi kata-kata yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang akan mewujud dalam perilaku, tindakan dan kehidupan seseorang.

Parahnya, pada anak-anak yang masih polos, seperti kertas putih yang siap diisi, mereka di-"hipnotis" ke dalam alam bawah sadarnya dengan lagu-lagu yang harus mereka hafalkan dan nyanyikan setiap kali. Gila! Coba ikuti lirik lagu di bawah ini:

Si Kancil anak nakal...
Suka mencuri timun...
Ayo lekas dikurung...
Jangan diberi ampun...

Apa yang diajarkan kepada anak-anak? Main hakim sendiri? Ketiadaan belas-kasihan (jangan diberi ampun)? Atau penyelesaian masalah sosial dengan pola kekerasan, dan bukannya dengan dialog serta pendidikan dan pembinaan.

Mau yang lebih parah lagi?
Ketika seseorang dalam kondisi hampir tidur/lelap, alam bawah sadarnya sangat gampang menerima instruksi-instruksi dari seorang pakar hypnotherapi, dan apa yang dimasukkan ke dalam otak seorang bayi kecil yang sedang dinina-bobokan?

Nina bobo oh nina bobo...
Kalau tidak bobo digigit nyamuk....

apa hubungannya tidak bobo dengan akan digigit nyamuk? Mengajarkan anak-anak logika yang tidak masuk akal?

Payah!



Update, 6 Sept 2006

Ada lagi yang lebih gila ternyata: lagu potong bebek angsa, mengajarkan kekerasan dan pembunuhan kepada anak kecil.

Tuesday, June 13, 2006

About Me!

It's very dangerous to answer a question "Do you like me?" in Indonesia, before you make sure what "me" in the question. Me ayam, me bakso or kwetiau me.

Must be very-very careful. Especially when dining time.

Me, or when you write it in Indonesian as 'Mie', is a word for noodle, wide-range most-consumed foods among most Asian countries. Me goreng, Me pangsit, Me Tek-tek, Me laksa, Me kepiting are just some variaties of Me.

But the most famous one is Me Instan!

Friday, June 09, 2006

The Saying of Perokok



"Setelah membaca bahaya dan akibat buruk dari merokok. Saya akhirnya sekarang telah sadar dan menyesal. Saya berhenti membaca dan terus merokok"




Peringatan Pemerintah :
MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN

disclaimer: the saying of perokok dibuat dengan tujuan "just for laugh". Bagaimanapun juga merokok sangat tidak baik bagi perokok itu sendiri maupun bagi orang lain di sekitar perokok tersebut. Merokok sendiri saja sudah tidak sehat, apalagi merokok di tempat umum atau keramaian, adalah benar-benar pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan udara yang bersih dan sehat.

Thursday, June 08, 2006

Palindrome! Apaan tuh?

Ketika sedang meng-edit tampilan blog ini. Tiba-tiba terpikir Palindrome (tulisannya bener gak sih?). Soalnya saya menampilkan links dengan judul "ikutin saya yang blog pada blog yang saya ikutin". Walaupun itu bukan palindrome, namun agak mirip2 lah.

Palindrome adalah kata, atau kalimat, yang jika dibaca dari depan ke belakang, atau dari kiri ke kanan, maupun kanan ke kiri, akan sama. Contoh kata dalam bahasa indo: malam, katak, kokok. Kalo dalam bahasa inggris: level. Bedanya ama anagram (kalo loe orang baca da vinci code, pasti tahu!) adalah anagram bisa dirombak-susun huruf2nya.

Palindrome yang paling terkenal adalah dari Napoleon, ketika ia hampir sampai ke tempat pembuangannya di Pulau Elba, ia mengatakan "Able was I, ere I saw Elba"

Saya tanya om Google, dan ia memberikan setumpuk list palindrome, namun sayangnya, bahasa bule semua.
  • A Santa pets rats as Pat taps a star step at NASA
  • Gert, I saw Ron avoid a radio-van - or was it Reg?
  • La Renegade led a general
  • Madam, I am ill. I've nine men in evil Lima. I'm Adam
  • On a clover, if alive, erupts a vast, pure evil; a fire volcano

Om Google akhirnya mau memberikan dua contekan Palindrome dalam bahasa Indonesia: rumus sumur dan kasur ini rusak

Ada yang bisa memberikan contoh lainnya dalam bahasa Indonesia?


NB: Karna udah diponten om Google, berarti tulisan Palindrome sudah dieja dengan baik dan benar.



Tuesday, June 06, 2006

Coba2 Menulis Celpen (Celoteh Pendek)

Ruangan itu kelam, kalau tidak bisa dikatakan gelap. Hanya sebuah sorotan cahaya lampu pada wajah seorang wanita yang cukup manis. Matanya berbinar-binar ketika menceritakannya.

"Kami bertemu di sebuah restoran cepat saji", suara wanita itu riang dan dipenuhi emosi mendalam karena kenangan manisnya itu.

"Ia menabrakku yang sedang membawa makananku, ketika ia bangkit dari mejanya. Ia segera meminta maaf dengan gentle dan menolongku. Ketika kami bangkit dari lantai memunguti makananku yang jatuh, mata kami bertemu. Dan saat itulah aku tahu, dia adalah 'missing piece'-ku"

"Ketika ia kubawa bertemu keluarga ku, beberapa bulan kemudian, ia segera akrab dengan ayahku. Ibuku juga menyukainya. Bahkan saudari-saudariku yang lain yang biasanya mengernyitkan muka kalau aku membawa 'mantan' pacar-pacarku yang dulu, kali ini cuma senyum2 misterius, seperti menggodaku"

"Kami akhirnya menikah, dan aku bahagia sekali, sampai....."

Wanita muda itu berhenti sebentar, seperti tidak mampu meneruskan ceritanya. Ia menahan-nahan tangisnya sesegukan, dan mengigit-gigit bibirnya.

"Lalu apa yang terjadi? Bagaimana kejadiannya?", terdengar suara kasar seorang laki-laki agak tua, seperti bergumam, karena ia bicara sambil mempertahankan rokoknya yg mengepulkan asap banyak. Wajahnya tidak jelas, karena kelamnya ruangan. Hanya terdengar terus ketak-ketik mesin tik yang digerakkan oleh jejarinya.

Wanita itu terdiam sebentar, dan menyibak rambutnya yang panjang menutupi sedikit mukanya tadi dengan tangan kanannya yang merah oleh darah yang mulai mengering.

"Tadi ia pulang dengan mabuk. Sepertinya habis minum banyak dengan perempuan2 tidak benar, hal yang telah diulanginya terus setiap malam selama tiga tahun ini. Tapi kali ini aku sudah tidak tahan lagi. Ia masih mencoba menamparku beberapa kali", wajah wanita itu memang bengkak di banyak tempat.

"Ia mengambil kursi dan menghantamku di pundakku. Kali ini seperti kesetanan, ia kemudian mencekikku. Aku tidak bisa bernafas, dan tanganku meraba-raba benda apapun yang bisa kuraih di meja di belakangku. Gunting! Dan kemudian secara otomatis, ...... oh, aku tidak tahu apa yang telah kulakukan tadi....."

Dan menangislah perempuan itu.

(di sadur dari berbagai sumber)

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Cerita di bawah ini adalah terjemahan, yang menurut saya "must read". Saya menerjemahkannya tanggal 1 Juli 2004, dan sampai saat ini, walau dibaca berulang kali, masih juga saya sangat kagum pada Tai Meng tentang bagaimana dia menyusun alur cerita yang sangat memikat.

Selamat membaca
doc_wong

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali
--------------------------------
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti.

Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.

"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six times"
Cerita-cerita lainnya dapat diakses di http://www.taimeng.com/writing/ProseEng.html

APKTNTAJ (da sopir code)

Suka dengan da vinci code? Suka teka-teki? Atau lagi stress, kurang kerjaan, iseng, lagi nyupir sendirian tapi radio ngga ada yang beres acaranya?

Cobalah da sopir code.

Perhatikan stiker/ tulisan cat minyak pada truk atawa angkot di sekeliling jalan. Dan mulailah men-dekripsi (proses memecahkan kode) code-code bikinan supir super kreatif. Saya udah dapat beberapa:
  • APKTNTAJ = Ape kate ente aje...
  • CA 150 YANG = Cape Goyang
  • H 234 DIN JA 500 LET = Haji Samsudin Jago Pelet
  • KU 5 NYA = Kuli Maknya
  • BA 8 YUK = Balapan Yuk (ini biasa di belakang metro mini yang suka nyodok)
Selamat men-dekripsi