Friday, December 30, 2011

Hachiko, Shibuya

Bule itu mengelus-ngelus kepala patung itu dengan penuh perasaan. Saya, walaupun berdiri persis di sebelahnya, membiarkan saja ia melakukannya--meluapkan isi hatinya; padahal saya sudah siap-siap untuk berfoto karena memang sudah giliran saya. Demikian juga antrian panjang turis-turis yang sudah siap dengan kamera masing-masing. Mereka sepertinya juga mengerti, bule itu pastilah sudah jauh-jauh datang ke situ, menemukan apa yang dicarinya dalam keharuan, menyeruak masuk antrian dan ya, begitulah...

Patung anjing dari perunggu itu berdiri tegap, dengan telinga kiri terkulai, seolah sedang menunggu sesuatu dengan penuh harap. Dan seniman pembuatnya mengerjakannya dengan tepat, seperti itulah Hachiko, nama anjing jenis Akita-Inu yang dijadikan patung tersebut sebagai memorial akan sikap kesetiaan.

Adalah Profesor Hidesaburo Ueno, yang memungut Hachiko dan memeliharanya sejak Januari 1924. Setiap pagi, Profesor Ueno akan berangkat kerja mengajar di Fakultas Pertanian, Universitas Tokyo ditemani oleh Hachiko sampai stasiun Shibuya. Dan pada pukul 4 sore, Hachiko sudah akan menunggu tuannya di sana, menjemputnya untuk pulang bersama ke rumah.

Namun, pada 21 Mei 1925, Profesor Ueno, akibat stroke meninggal dunia seusai mengikuti rapat di kampus. Jenazah beliau dikirim pulang langsung ke kampung halamannya dan bukannya ke rumah yang mereka tinggali di Shibuya. Hachiko, tidak mengetahui hal tersebut dan menjadikannya tetap menunggu di situ.

Hachiko kemudian dititipkan ke mulai dari kerabat sampai kenalan sang Profesor. Namun Hachiko selalu kembali ke stasiun Shibuya, setiap jam 4 sore, menunggu tuannya yang tak pernah muncul itu. Saking setianya, Hachiko telah menunggu, menunggu dan menunggu di sana selama sembilan tahun--setiap jam 4 sore! Hari ketika Hachiko tidak menunggu di sana adalah ketika dia ditemukan telah meninggal di jalanan area Shibuya tersebut.

Kisah yang mengharukan banyak orang tersebut kemudian dimuat di Tokyo Asahi Shimbun dengan judul Itoshiya Roken Monogatari (Kisah Anjing Tua yang Tercinta). Patung Hachiko kemudian didirikan di Stasiun Shibuya tempat di mana diyakini Hachiko menunggu tersebut

Saya sendiri telah lama berniat ingin mengunjungi lokasi tersebut. Karenanya, begitu ada kesempatan, dengan subway Metro Line Tokyo, bersemangat sekali saya melakukan perjalanan ini. Setelah dengan susah payah bertanya dengan bahasa Singlish saya yang parah, ditambah kacau lagi dengan ketiadaan penguasaan percakapan Inggris dari orang maupun petugas Jepang yang saya tanya, dan beberapa penjelasan dengan gerakan tangan dua pihak yang tidak banyak membantu, alhasil antara betul dan tidak, dengan nekat saya sampai juga di Hachiko Exit, salah satu dari lima pintu keluar Stasiun Shibuya.

Stasiun Shibuya luar biasa ramainya, mungkin kira-kira seperti jalan di Orchard, Singapore pada saat malan Natal atau Tahun Baru. Dengan payah menyeruak keramaian itu, celingak-celinguk saya membuahkan hasil! Akhirnya saya sampai juga di patung Hachiko....

Tapi itu belum semuanya. Untuk berfoto dengan patung tersebut, saya masih harus antri di antara turis-turis yang sengaja datang mengunjungi tempat itu juga.

Ketika tiba giliran saya siap-siap berpose, ups, bule yang saya ceritakan di atas itu datang dan menyela antrian langsung maju ke patung perunggu itu. Dia--kemungkinan besar sudah terhipnotis oleh film Richard Gere, Hachiko: A Dog's Story, film tentang Hachiko ini juga--memandang haru dan membelai kepala patung Hachiko dengan penuh simpati. Agak malu dan kuatir, dia memalingkan kepalanya ke saya untuk mengamati ekspresi muka saya, apakah saya akan menertawakannya.

Tapi saya memandang lurus ke matanya dan tersenyum, membuatnya lega, seolah dia mengetahui saya mengatakan dalam hati: Don't worry, buddy, I understand!

*Updated, 8 Januari 2012
Setiap tahunnya, pada tanggal 8 April, ratusan pecinta anjing akan berkumpul di Shibuya, di tempat di mana patung tersebut berdiri, untuk memperingati kesetiaan serta pengabdian sampai mati dari Hachiko, seekor anjing yang luar biasa...

Wednesday, June 15, 2011

Damn Kho Ping Ho!

Abangnya teman saya meninggal dunia. Sakit keras. Kritis. Dan kemudian segala seperti berjalan dalam slow motion, tanpa suara. Adiknya, yakni temanku itu, kemudian menangis... Saya sungguh mengerti perasaannya. Dia mengirimkannya via bbm:
"Tangisan pertamaku adalah kalimat yang selalu disebut ibuku, kalau mau berburu harimau, harus dengan saudara kandung. itu yang saya tangiskan. Siapa yang akan menjaga aku sekarang..."

Tiba-tiba, hal itu menyeretku kembali kepada tanggal 23 Desember 2007, hari di mana Amah (nenek)-ku, akan ditutup peti matinya. As we know, saat dimana kesedihan paling memilukan dari sebuah upacara pemakaman adalah ketika sedokan tanah pertama menutup liang kuburan; dan sebelumnya, ketika peti mati hendak ditutup. Perasaan bahwa kita tidak akan pernah bisa lagi melihat orang yang kita sayangi untuk selama-lamanya, sungguh susah dideskripsikan...

Tapi semua itu buyar gara-gara Kho Ping Ho!

Adalah ketika bertahun-tahun yang lalu, jaman SMP dulu, buku-buku tipis kecil itu yang menemani waktu senggangku, mengisahkan bagaimana para pendekar mengalami naik turunnya drama kehidupan dalam mengatasi kesulitan, membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan. Karya Kho Ping Ho sungguh memukau; tetapi ada satu bagian yang terpatri kuat dalam ingatanku.

Saya tidak ingat judulnya apa, tetapi saat itu dikisahkan bahwa seorang kakek tua menggunakan rakit sedang menjauh menyelamatkan seorang gadis dari musuh-musuhnya. Sang gadis menangis mengharukan, sebab saudarinya mati terbunuh di sana. (Well, aku tidak ingat persis ceritanya, namun kira-kira seperti ini dialognya)

"Kakak, jangan tinggalkan aku....," ratap sang gadis

"Apa yang kau tangisi?" Kakek tua itu menukas, "Memangnya hidup di dunia ini lebih baik daripada dunia bagi yang sudah meninggal? Lagipula, kamu sedang menangisi dirimu sendiri karna ditinggal kakakmu atau menangisi kakakmu yang meninggal itu?"

...

Karna karya prosa Kho Ping Ho inilah, ketika almarhum amah-ku hendak ditutup peti matinya--kami disuruh berkumpul untuk melihat beliau untuk yang terakhir kalinya, untuk selama-lamanya--saya dilanda perasaan campur aduk untuk menangis. Apakah saya mau menangis karena saya kasihan pada diri saya sendiri ditinggalkan amah, ataukah saya benar-benar menangisi amahku tersayang yang meninggal itu....

Damn you, Kho Ping Ho! But, still, you God damn right! Salut untukmu...


Image diambil dari sini

Friday, February 18, 2011

Kok di Jam Gue Angkanya IIII dan Bukannya IV?

Dalam perjalanan, istriku bilang: "Angka 4 di jam tangan, yang pakai angka Romawi, adalah IIII loh, bukan IV."

Saya melirik ke jam tangan, dan BETUL! Angkanya IIII, bukan IV... ! WHY?

7 hari kemudian, saya masih penasaran dengan obrolan kami dalam perjalanan pulang ke rumah tersebut dari acara rekreasi keluarga. Sebagai intelektual gugelwan sejati, dalam beberapa kali ketak-ketik dan klik saya tentu saja langsung bisa mendapatkan jawaban hal ini, namun berhubungan saya dahulukan kerjaan kantor dulu (yaaaa... siapa tahu Bos saya baca blog saya ini juga, hihihihihi), pertanyaan trivia ini, menurut Stephen Covey harus dengan berat hati dikategorikan dalam kuadran gak-penting-dan-gak-mendesak; walaupun sebenarnya ingin saya masukkan dalam kuadran penting-tapi-gak-mendesak, eh, atau mendesak-tapi-gak-penting ya?

Dan selama 7 hari tersebut, pertanyaan-pertanyaan gak penting selalu menggantung di dalam pikiranku: Apakah orangnya salah buat? Apakah ini jam palsu, karna yang buat gak prof? Apa sih tujuannya kalo disengaja? Ataukah jangan-jangan ada fengshuinya? Bisa jadikah seperti yang Dan Brown jejalkan kepada kita, ada konspirasi kelompok rahasia dari pembuat jam yang disimbolkan dalam angka yang dipakai tersebut? Hahahahaha

Dalam 0.25 detik, Google memberikan sekitar 922.000 hasil atas query saya: "roman numerals 4 clock watch". Luar biasa. Kita benar-benar berhutang budi pada Larry Page dan Sergey Brin yang telah merilis situs ajaib ini 4 September 1998, hampir 13 tahun yang lalu.

Ternyata, ini adalah perrtanyaan klasik. Ada berbagai teori dan perdebatan mengenai hal ini. Tidak ada satu jawaban pasti! Karenanya, saya cuman bisa mengatakan saya lebih menyukai sementara jawaban daripada jawaban lainnya.


Berikut jawaban-jawaban populer:

  • Pembuat jam yang ngetop pada jaman tersebut, ketika membawa jam pesanan Raja Louis XIV dari Perancis, sang raja memerintahkan untuk menukar angka IV menjadi IIII karena raja menyukai demikian.
    Hmmmm, apa boleh buat ya, pelanggan adalah raja, apalagi pelanggan yang benar-benar raja

  • Huruf IV adalah kependekan dari IVPPITER (baca I sebagai J dan V sebagai U), Jupiter, pimpinan dewa Romawi. Karenanya, digunakan angka IIII untuk menggantikan angka IV.
    Anda tidak ingin kualat kan di jam anda tercantum angka 1,2,3, dewa, 5,6, dstnya...

  • Secara estetis maupun dari berat bahan material, angka VIII lebih gede dan berat di satu sisi, sehingga sisi lainnya harus diseimbangkan dengan menukar angka IV ke IIII
    Well, secara estetis memang lebih terasa seimbang di antara kedua sisi jam tersebut apabila diperlakukan demikian. Lagipula dengan mengganti angka IV menjadi IIII, maka ketika dibagi 3 bagian, bagian pertama mempunyai kelompok 4 huruf I, bagian kedua mempunyai kelompok 4 huruf V, dan bagian sisanya mempunyai kelompok 4 huruf X. Seni, bukan?


Namun, jawaban yang paling saya sukai--saya mengatakan paling saya sukai, sebab tidak ada satu kepastian manakah jawaban yang paling benar--adalah sebagaimana berikut:

Jika angka 1 sampai dengan 12 dijejerkan ke dalam angka romawi, maka seorang pembuat jam yang membuat cetakan harus membuat I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII, atau 17 buah huruf I, 5 buah huruf V, dan 4 buah huruf X.

Secara manajemen produksi, ketika huruf IV, saya ganti menjadi huruf IIII, maka saya akan membutuhkan 20 huruf I, 4 buah huruf V dan 4 buah huruf X. Mouldingnya bisa saya efisienkan menjadi "V I I I I I X" untuk digunakan 4 kali untuk membuat satu buah jam komplit. Hemat, kan?


Sumber Gambar:
www.seiko.co.jp


Referensi Bacaan:
http://www.answerbag.com/q_view/1683645
http://www.answerbag.com/q_view/32358
http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20071024192404AAu4NFS
http://www.ubr.com/clocks/frequently-asked-questions-faq/faq-roman-iiii-vs-iv-on-clock-dials.aspx
http://www.fluther.com/83644/why-on-clocks-and-watches-is-the-roman-numeral-4-written/